Shalat dalam Keadaan Sangat Genting
Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny
Shalat dalam Keadaan Sangat Genting ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 3 Zulhijjah 1445 H / 10 Juni 2024 M.
Kajian Tentang Shalat dalam Keadaan Sangat Genting
Pada kesempatan sebelumnya, kita sudah membahas tentang shalat khauf, yaitu shalat ketika keadaan genting, seperti saat menghadapi musuh. Kita telah membahas bahwa shalat khauf memiliki empat cara yang disebutkan dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kini, kita akan membahas satu cara lagi, yaitu ketika keadaan menjadi sangat genting sekali.
Jika sebelumnya keadaan genting saat menghadapi musuh masih memungkinkan kaum muslimin untuk membuat barisan, dari satu sisi masih ada kelonggaran karena masih bisa mengkondisikan keadaan, tapi dari sisi lain ada kegentingan karena berhadapan dengan musuh.
Namun, kali ini kita akan membahas keadaan yang sangat genting, seperti di tengah-tengah peperangan, di mana kita tidak bisa mengondisikan diri, tidak bisa berbaris, atau bahkan berdiri.
Disebutkan bahwa apabila ketakutan menjadi sangat tinggi atau keadaan genting menjadi luar biasa sampai-sampai mereka tidak bisa shalat berjamaah seperti sifat-sifat yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi mereka masih punya harapan bahwa keadaan tersebut bisa berakhir sebelum berlalunya waktu yang mukhtar (waktu ikhtiar), maka mereka disunnahkan untuk mengakhirkan shalatnya. Misalnya, waktu shalat ashar memiliki waktu mukhtar sampai sebelum matahari menguning. Ketika matahari menguning, itu adalah waktu darurat, sehingga tidak boleh mengakhirkan shalat sampai waktu tersebut kecuali ada udzur.
Namun, apabila tidak ada harapan untuk itu dan waktu ikhtiar telah habis, sedangkan keadaan masih sangat genting, maka disebutkan bahwa mereka terpaksa shalat dengan cara isyarat sesuai kemampuan mereka. Misalnya, jika harus tiarap, maka shalat dalam keadaan tiarap; jika bisa duduk, maka shalat dalam keadaan duduk; jika bisa berdiri, maka shalat dalam keadaan berdiri; jika bisa rukuk, maka harus ada rukuknya; jika bisa sujud, maka harus ada sujudnya. Jika tidak bisa, maka rukuk dan sujudnya dilakukan dengan isyarat, yaitu dimana isyarat sujud lebih rendah daripada isyarat rukuk.
Lalu bagaimana jika tidak bisa melakukan isyarat, misalnya dalam keadaan tiarap? Kita tidak bisa membungkukkan badan lebih rendah ketika sujud daripada ketika rukuk. Maka lakukan isyarat semampunya.
Jika tidak bisa shalat kecuali dalam keadaan berjalan, maka lakukan shalat dalam keadaan berjalan. Jika tidak bisa shalat kecuali dengan naik kendaraan, maka lakukan shalat dengan naik kendaraan. Hal ini karena keadaan yang sangat genting. Seperti ini sebenarnya tidak boleh dilakukan dalam shalat, tapi karena keadaan sangat genting sekali. Bahkan jika tidak bisa menghadap kiblat, maka shalatlah tanpa menghadap kiblat. Ini sudah merupakan keadaan darurat. Para ulama mengatakan الضرورات تبيح المحظورات (keadaan darurat membolehkan sesuatu yang asalnya diharamkan).
Setelah melakukan shalat dengan cara yang seperti itu, jika kemudian keadaan aman kembali, maka tidak perlu mengulangi shalat tersebut, baik waktunya masih tersisa ataupun sudah lewat. Karena shalat tersebut itu masih sesuai dengan tuntunan.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian Shalat Khauf
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54232-shalat-dalam-keadaan-sangat-genting/